HALALAN THAYYIBAN SEBAGAI LANDASAN HIDUP
A. Pengertian Makanan Halalan Thayyiban
Halalan Thayyiban
dikenal manusia sehubungan dengan adanya
peraturan khusus
dan bersifat umum yang mengatur kesempurnaan
pribadi
dan hubungan yang baik
antara sesama manusia dengan tujuan
untuk mendidik manusia tentang cara-cara hidup yang baik dan bersih. Peraturan
tersebut antara lain
berhubungan dengan makanan, minuman dan
lain-lain. Namun dalam
kehidupan
sehari-hari banyak orang yang menganggap bahwa kata halalan thayyiban
sama dengan kata thayyiban,
padahal dua kata tersebut mempunyai
makna yang berbeda
tetapi saling berkaitan.
1. Makanan
Menurut M. Quarish Shihab,
Makanan adalah pemelihara kehidupan, semua makhluk hidup yang diciptakan Allah di permukaan muka bumi, baik
manusia, binatang maupun tumbuhan mutlak memerlukannya.[2] Dalam bahasa Arab yang
merupakan bahasa al-Quran kata “makanan” dinyatakan dengan “Tha’am” segala sesuatu yang dimakan atau
dicicipi, karena itu “minuman” pun termasuk dalam pengertian “Tha’am“. Kata tha’am dalam berbagai
bentuk terulang dalam al-Qur’an sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara
tentang beberapa aspek yang berkaitan dengan makanan. [3]
Menurut Zakiah Darajat, makan menurut
pengertiannya bahasa merupakan memasukkan sesuatu melalui mulut, sedangkan
makanan adalah segala sesuatu yang boleh di makan. Makanan sesuatu makanan
biasanya untuk memenuhi keperluan jasmani sehingga dengan demikian dapat
terjaga kelangsungan hidup.[4]
Jadi makanan merupakan segala sesuatu
yang di masukkan mulut dan di rasakan oleh lidah masuk kedalam tubuh untuk
memenuhi keperluan jasmani sehingga dengan demikian dapat terjaga kelangsungan
hidup.
2. Halal
Halal
berasal dari kata halla yang
artinya melepaskan ikatan atau membuka ikatan suatu barang. Oleh
sebab itu, kata halal sama dengan mubahan. Yang artinya dibebaskan atau
diperbolehkan. Kata halal berasal
dari akar, kata yang berarti
lepas atau tidak terikat.
Sesuatu yang halal
adalah yang terlepas
dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata halal juga berarti
boleh. Dalam bahasa hukum,
kata ini mengacu
segala sesuatu yang
diperbolehkan agama, baik bersifat
sunnah, makruh maupun
mubah. Oleh karena
itu boleh ada sesuatu
yang halal (boleh) tetapi
tidak dianjurkan untuk menggunakannya, atau dengan kata lain hukumnya makruh. Misalnya melarang seseorang
mendekati masjid
apabila
ia baru saja memakan bawang.[5]
Halal adalah salah satu nama bahasa Arab di
mana kata kerjanya ialah halla, yahillu, hillan yang membawa
arti membebaskan, melepaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan. Apabila
ia digunakan di dalam bidang perundangan Islami ia membawa
maksud; pertamanya segala sesuatu yang menyebabkan seseorang itu
tidak dihukum jika menggunakannya dan keduanya sesuatu yang boleh dikerjakan
menurut syarak.
Al-Jurjani dalam Kitab al-Ta’rifat
sebagaimana dikutip Sri Suryati menjelaskan bahawa pengertian halal dengan
maksud pertama merujuk kepada keharusan menggunakan benda-benda atau apa-apa yang
diperlukan untuk memenuhi keperluan jasmani seperti makanan, minuman dan
ubat-ubatan. Manakala pengertian halal dengan maksud yang kedua adalah
bersangkut paut dengan keharusan memanfaatkan, memakan, meminum dan mengerjakan
sesuatu yang kesemuanya ditentukan berdasarkan nas.
Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang dibenarkan (tidak
dilarang) penggunaan atau pemakaiannya. Menurut al-Qur’an, semua makanan yang
baik dan bersih adalah halal.[6] Selain itu Kata “halal” berasal dari akar yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”. Sesuatu yang halal adalah yang
terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrowi. Karena itu kata “halal”
juga berarti “boleh”. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang dibolehkan agama, baik kebolehan
itu bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk
ditinggalkan) maupun mubah (netral atau boleh-boleh saja), tetapi tidak dianjurkannya, atau dengan
kata lain hukumnya makruh.[7]
Segala yang ada di alam semesta ini
halal untuk digunakan sehingga makanan yang terdapat di dalalmnya juga halal.
Karena itu al-Qur’an
mengecam mereka yang mengharamkan rizki halal yang
disediakan Allah SWT. untuk manusia.
Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT :
Artinya : Dia-Lah Allah SWT. yang menjadiakn segala
yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu ia
jadikan-Nya tujuh langit! dan Dia Maha Mengetahui Segala Sesuatu ( QS.Al-Baqarah : 29) [8]
Pengecualian atau pengharaman harus bersumber dari nash,
baik melalui al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan pengecualian itu oleh kondisi
manusia, yaitu karena ada makanan yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa
raganya. Atas dasar ini turun firman Allah SWT :
Artinya:” Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah : 168).[9]
Jadi pengertian
halalan berarti diperbolehkan menurut hukum Islam
sebagaimana
dijelaskan dalam
berbagai ayat, yang mengangkat status hukum setiap perbuatan manusia, baik
terhadap Allah SWT.
ataupun
terhadap manusia
itu dengan
cara
yang
sah.
Demikian halnya
dengan benda atau
uang
yang
diperoleh dengan cara
misalnya mencuri, menyuap, menipu dan menggelapkan barang, meskipun benda tersebut
layak dan halal namun sifatnya adalah haram maka orang yang melakukannya harus bertanggung jawab di akhirat.
3. Thayyib
Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan
bahwa kehalalan merupakan syarat pertama atau utama bagi makanan yang boleh
dimakan yang telah ditetapkan hukum syara’, adapun syarat yang lain ialah bahwa
makanan itu harus thayyib.
Kata “thayyib”
dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama”.
Selain itu pengertian thayyib tersebut
semakna dengan gizi yaitu sesuatu (zat) yang baik yang diperlukan oleh tubuh
manusia. Dengan demikian ungkapan “Halal lagi baik” dapat diterjemahkan dengan
“halal lagi bergizi”.[10]
Thayyib
mempunyai
makna yang lebih tepat dari ghidza.
Thayyib berarti baik dan sesuai, sehingga tidak menimbulkan akibat negatif
bagi yang memakannya.
Thayyib berasal dari
bahasa Arab thaba yang artinya baik, lezat, menyenangkan, enak dan
nikmat atau berarti pula bersih atau suci. Oleh sebab itu, kata
thayyib mempunyai
bermacam arti yaitu baik,
enak, lezat, nikma, bersih atau suci.[11]
Menurut M. Quraish Shihab, kata tayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik,
sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata thayyib dalam
konteks perintah makanan
menyatakan
bahwa thayyib berarti makanan yang tak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa)
atau dicampuri benda najis.
Kata 'thayyib'
menurut bahasa berarti lezat, baik, sehat, tenteram, dan paling utama. Ini
berarti yang thayyib adalah “yang tidak kotor atau rusak dari segi
zatnya, kadaluwarsa tidak juga bercampur dengan najis atau yang mengundang selera yang hendak
memakannya dan tidak membahayakan fisik,akal, dan jiwanya. Ada juga yang mengartikan
sebagai makanan yang mengandung selera
bagi yang akan memakannya atau tidak membahayakan fisik atau akalnya.25 Dan kita bias berkata kalau makanan
itu thayyib dalam makanan jika makanan itu bersih, baik, lezat.
Jadi yang dimaksud makanan halalan
thayyiban menurut penjelasan al-Quran di atas
merupakan segala yang baik dan wajar dimakan,
yang baik untuk jiwa tidak membahayakan badan dan akal manusia, mengandung
zat-zat yang diperlukan oleh tubuh
manusia serta dimakan dalam takaran yang cukup dan seimbang.
- Kriteria Makanan Halalan Thayyiban
Pada prinsipnya, menurut kenyataan fisik, manusia dapat saja
memakan segala jenis makanan yang ada di
bumi. Akan tetapi semua itu baik dan cocok untuk tubuh dan jiwa manusia. Oleh
karena itu, diperlukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar makanan
tersebut mempunyai nilai makanan yang halalan thayyiban. Kreteria Makanan Halalan Thayiban
antara lain:
1. Halal
Allah
SWT. memerintahkan agar manusia memakan
makanan yang sifatnya halal dan thayyib. Kata “halal” berasal dari
akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”.[12] Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari
ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata “halal”
juga berarti “boleh”. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang
diperbolehkan agama, baik bersifat sunah, makruh maupun mubah. Oleh karena itu
boleh jadi ada sesuatu yang halal (boleh), tetapi tidak dianjurkannya, atau
dengan kata lain hukumnya makruh.
Semua
itu menunjukkan bahwa segala yang ada di alam semestaini diperuntukkan manusia
untuk ditundukkan dan dikuasai, termasuk makanan. Hubungannya dengan halal akan
terlepas atau tidak terikat, kongkritnya tidak ada bahaya akan makanan tersebut
kecuali pada makanan yang diharamkan.
Pengecualian
atau pengharaman harus bersumber dari Nas, baik melalui al-Quran maupun hadist.
Sedang “pengecualian itu lahir dan disebabkan oleh kondisi manusia, karena ada
makanan yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa raganya.” [13]Atas dasar ini, turun firman Allah
SWT, Surat An-Nahl ayat 116.
Artinya
: Dan jangan lah kamu mengatakan terhadap apa yang di sebut-sebut oleh lidah mu
secara dusta,“ini halal dan ini haram” untuk mengada adakan kebohongan terhadap
Allah SWT. sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongann
terhadap Allah SWT. tiadalah keberuntungan.(QS An-Nahl 116) [14]
Pengertian
halal berarti yang diperbolehkan menurut hukum Islam yang sudah
dijelaskan dalam berbagai ayat yang menyangkut status hukum setiap perbuatan
manuisa, baik terhadap Allah, ataupun terhadap manusia itu sendiri. Benda yang
bias dimakan dan diminum halal apabila diperoleh dengan cara yang sah,
dalam hal ini benda atau uang yang digunakan
untuk memperoleh benda tersebut tidak diperoleh dengancara tidak jujur,
misalnya mencuri, menyuap, menipu dan menggelapkan segala sesuatu yang
diperoleh dengan cara tidak jujur, sekalipun benda tersebut layak dan halal,
namun sifatnya adalah haram, dan orang yang melakukannya harus bertanggungjawab
di akhirat.
Dalam pembagian “makanan” yang halal menurut sumber bahannya dibedakan
atas bahan makanan nabati, bahan makanan hewani dan bahan makanan olahan atau sintetik.[15] Berdasarkan hal ini berikut diuraikan secara singkat
tentang makanan halal dalam al-Quran yang terbagi dalam :
1) Makanan Jenis Nabati
Makanan jenis nabati yang
dimaksudkan adalah makanan yang bahan dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Dari sudut pengetahuan gizi, “sayuran dan buah merupakan sumber pengatur yaitu
sumber mineral.”[16]
Begitu nilai gizi yang terdapat
makanan nabati, sehingga al-Quran secara eksplisit tidak melarang makanan
nabati tertentu, kalaupun ada tumbuh-tumbuhan tertentu yang kemudian terlarang.
Maka hal tersebut termasuk dalam larangan umum memakan sesuatu yang buruk, atau
merusak kesehatan.
2) Makanan Jenis Hewani
Binatang
yang di halalkan Allah SWT. untuk di
makan, banyak mengandung
manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini
minuman yang di hasilakn binatang tersebut terdapat dalam firman Allah SWT. sebagai berikut:
Artinya : Dihalalkan bagi
kamu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut, sebagai makanan
yang lezat bagi kamu dan orang-orang dalam
perjalanan (QS. al- Maidah:96) [17]
Dalam surat
tersebut buruan laut maksudnya adalah binatang yang diperoleh dengan jalan
usaha seperti mengail, memukat, dan sebagainya, baik dari laut, sungai, danau,
kolam dan lain-lain. Sedangkan kata makanan yang
berasal dari laut adalah ikan dan semacamnya yang diperoleh dengan mudah karena
telah mati sehingga menggapung.[18]
3) Makanan Olahan atau Sintetik
Makanan olahan sering kali di sebut
dengan makanan sintetik. Disamping jenis
makanan nabati dan hewani, bahan-bahan makanan yang disebut di dalam al-Quran
juga menyangkut kedua jenis bahan makanan tersebut, sebenarnya ada jenis
kelompok bahan makanan lain menurut sumbernya, ialah bahan makanan sintetik,
hasil tangan dan otak manusia, yang disebutkan secara implisit dalam al-Quran. Bahan makanan sintetik
adalah “bahan makanan hasil tangan manusia yang merupakan pelaksanaan dari
hasil pemikiran (ilmu)”[19]
Artinya : Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan riski yang baik sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kekuasaan Allah SWT) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 67). [20]
Ayat tersebut berbicara tentang makanan sintetik yang dibuat dari buah-buahan, sekaligus merupakan ayat pertama yang berbicara tentang minuman keras dan keburukannya. Ayat tersebut membedakan dua jenis makanan sintetik memabukkan dan jenis makanan sintetik yang baik sehingga merupakan rizki yang baik.
2. Thayyib
Islam memerithakan bahwa kehalalan merupakan syarat pertama dan utama makanan
bergizi menurut al-Quran. Namun kita sadari tidak semua makanan yang halal akan
cocok bagi manusia dalam
kondisi tertentu. Oleh karena itu di perlukansyarat kedua yakni thayyib, firman Allah sebagai berikut :
Artinya :“Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”(QS. al-Baqarah :
168) [21]
Kata “thayyib”
dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama”.[22]
Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata thayyib dalam konteks perintah makan
menyatakan bahwa “thayyib” berarti makanan yang tidak kotor
dari segi zatnya atau rusak (kadaluwarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga
yang mengartikannya sebagai makanan yang mengandung selera bagi yang akan
memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya”.[23]
Penjelasan tersebut memberikan pemahaman
kepada kita bahwa thayyib pada
makanan menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a. Menurut
M. Quraish Shihab kata thayyib dalam makanan adalah “makanan yang sehat, proporsional dan
aman”.[24]
1) Makanan
yang sehat adalah makanan yang memiliki gizi yang cukup dan seimbang, dalam hal
ini menurut kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya.
2) Proporsional,
artinya sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih dan tidak berkurang.
Dengan demikian al-Quran dalam uraiannya tentang makan menekankan perlunya
“sikap proporsional” itu. Makna ini sejalan dengan ayat yang mendukung hal ini
yaitu :
Artinya : “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya
Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(Qs. Al-Araf : 31)
[25
Maksud
penjelasan di atas janganlah kamu berlebih-lebihan dapat di uraikan menurut
pendekatan ilmu kesehatan dalam makanan
halalaln thayyiban dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut
a)
Tidak berlebih-lebihan dalam cara memperoleh.
Cara yang bertentangan dengan aturan
Allah dan bertentangan dengan aturan manusia (penggelapan), baik dalam bentuk korupsi,
mencuri, merampok, menipu, manipulasi, dan sebagainya termasuk klasifikasi
berlebih-lebihan. Hal yang berlebih-lebihan seperti ini merugikan pihak lain
dan merusak sistem kehidupan bermasyarakat. Walaupun makanan itu bernilai
tinggi (harga dan gizinya), karena diperoleh dengan cara yang berlebih-lebihan,
maka akan kehilangan makna dan berkah sebagai makanan yang enak, bahkan
menjadikan kehidupan tidak tenteram.
b)
Tidak
berlebih-lebihan membuat resep makanan
Setiap jenis makanan merupakan
kombinasi yang seimbang dan serasi dan berbagai macam bahan dasar, bahan
mentah, bahan setengah jadi, dan bumbu-bumbu dengan kadar dan ukuran tertentu
yang sudah disusun berdasarkan penelitian dan percobaan dan ditulis dalam
bentuk resep masakan untuk mewujudkan menu atau susunan makanan jadi tertentu.
c)
Tidak
berlebih-lebihan dalam proses penanganan
Maksud dari proses penanganan ialah pekerjaan
memotong, mengaduk, mengolah, mengiris, mencacah, menggiling, mengayak, dan
sebagainya. Bila berlebihan bisa menurunkan nilai gizi, mengurangi nilai gizi
dan mengurangi tingkat keawetan.
d) Tidak
berlebih-lebihan dalam proses pemasakan.
Terdapat beberapa jenis bahan
makanan yang akan rusak nilai gizinya bila dipanaskan pada suhu tertentu atau
dalam waktu yang lebih lama, atau dimasak berulang-ulang.
e)
Tidak
berlebih-lebihan disajikan
Termasuk berlebih-lebihan misalnya, jumlah keluarga 5
orang, lalu masak untuk konsumsi 10 orang, maka lebih baik apabila menyediakan
masakan secukupnya untuk sejumlah keluarga.
Terlalu banyak makanan
yang diterima bisa merugikan tubuh, antara lain :
a)
Organ pencernaan
akan bekerja esktra keras dari biasanya.
b)
Walaupun zat
makanan yang dikonsumsi tubuh banyak atau melebihi kapasitas perut, zat makanan
yang digunakan seperlunya saja.
c)
Makanan yang
berlebih-lebihan menyebabkan seseorang menjadi malas karena organ pencernaan
dan terpusatnya syaraf terhadap proses pencernaan.
3) Aman. Artinya terhindar dari siksa Allah SWT baik di dunia
maupun di akhirat. Tuntutan dperlunya makanan yang aman, antara lain
dipahami dari firman Allah
berikut :
çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿÍ£D ÇÍÈ
Ayat ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk
tentang makanan, tetapi penggunaan kata akala yang pada prinsipnya
berarti “makan” dapat dijadikan petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang
sedap serta berakibat baik.[28]
Dengan itu, Agar perintah makan dengan perintah bertakwa
yang tidak lain untuk menuntut manusia agar selalu memperhatikan ketakwaan,
yaitu berusaha menghindar dari segala yang mengakibatkan siksa dan terganggunya
rasa aman. Maksud perintah makanan
diikuti dengan perintah
bertaqwa supaya manusia selalu memperhatikan segi taqwa
yang intinya berusaha menghindar dari segala yang mengakitbatkan siksa dan terganggunya rasa aman
Jika demikian, maka perintah
bertakwa pada sisi duniawinya dan dalam konteks makanan, menuntut agar setiap
makanan yang akan dicerna tidak mengakibatkan penyakit atau dengan kata lain
memberi keamanan bagi pemakainya
disamping harus memberi keamanan bagi kehidupan ukrawi nya.
b. Dalam
Ilmu gizi, pernyataan “makanan yang thayyib
(baik) : makanan yang dapat memenuhi fungsi-fungsi makanan”.) [29] Adapun fungsi makanan,
antara lain :
1) Memenuhi
kepuasan jiwa
Memberi
rasa kenyang, memenuhi kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa, memenuhi kebutuhan
sosial, budaya.
2) Memenuhi
fungsi fisiologik
Memberikan tenaga (energi), mendukung pembentukan sel-sel atau bagian
sel untuk pertumbuhan badan (growth).
3) Mendukung
pembentukan sel-sel atau bagian-bagian sel untuk menggantikan yang rusak dan
aus terpakai (maintenance).
4) Mengatur
metabolisme zat-zat gizi dan keseimbangan cairan serta asam basa (regulatory mechanism).
Menurut fungsinya, “zat-zat” makanan di bagi menjadi 3 golongan yaitu :
a) Memberikan
zat tenaga
Yang
berfungsi untuk mengadakan pembakaran dalam tubuh, hingga timbul panas, yang
diubah menjadi energi atau tenaga, yang termasuk golongan ini, ialah lemak,
hidrat arang, sisa protein.
b) Memberikan
zat pembangun
Yang
berfungsi untuk pembentukan jaringan baru selama pertumbuhan dan untuk
mengganti jaringan-jaringan yang rusak, yang termasuk golongan ini adalah :
protein, air dan garam.[31]
c) Memberikan
zat pengatur
Yang
berfungsi untuk mengatur lancarnya pekerjaan alat-alat tubuh, dan melindungi
tubuh dari macam-macam penyakit, termasuk dalam golongan ini, ialah vitamin.
Vitamin di dalam tubuh merupakan kebutuhan mutlak, vitamin sangat aktif di
dalam makanan, karena badan kita tidak dapat membentuknya.
Menurut Ilmu gizi, pernyataan “makanan yang thayyib (baik), makanan yang dapat
memenuhi fungsi-fungsi makanan”.[32] Adapun fungsi makanan, antara lain :
1) Memenuhi
kepuasan jiwa
(a) memberi
rasa kenyang
(b) memenuhi
kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa
(c) memenuhi
kebutuhan sosial, budaya.
2) Memenuhi
fungsi fisiologik
(a) Memberikan
tenaga (energi)
(b) Mendukung
pembentukan sel-sel atau bagian sel untuk pertumbuhan badan (growth)
(c) Mendukung
pembentukan sel-sel atau bagian-bagian sel untuk menggantikan yang rusak dan
aus terpakai (maintenance)
(d) Mengatur
metabolisme zat-zat gizi dan keseimbangan cairan serta asam basa (regulatory mechanism)
Menurut
fungsinya, zat-zat makanan di bagi menjadi 3 golongan yaitu:
1. Memberikan
zat tenaga
Yang
berfungsi untuk mengadakan pembakaran dalam tubuh, hingga timbul panas, yang
diubah menjadi energi atau tenaga, yang termasuk golongan ini, ialah lemak,
hidrat arang, sisa protein.
2. Lemak,
gunanya :
1) sebagai
bahan pembakar untuk memperoleh tenaga
2) pelarut
beberapa macam vitamin (Vitamin A, D, E, K)
3) melindungi
ujung-ujung tulang
3. Hidrat
arang, gunanya :
a. memberi
perasaan kenyang
b. menghasilkan
panas dan tenaga
c. kelebihan
hidrat arang dalam tubuh, ditimbun sebagai cadangan
4. Protein,
gunanya :
a. untuk
pembentukan jaringan baru selama pertumbuhan
b. untuk
pemeliharaan jaringan-jaringan
c. sebagai
sumber zat tenaga, apabila tidak ada persediaan hidrat arang dalam lemak.
5. Memberikan
zat pembangun
Yang
berfungsi untuk pembentukan jaringan baru selama pertumbuhan dan untuk
mengganti jaringan-jaringan yang rusak, yang termasuk golongan ini adalah :
protein, air dan garam.
a. Air,
gunanya
b. Untuk
menolong proses pertukaran zat dalam tubuh
c. Mengatur
panas badan
d. Melarutkan
beberapa macam vitamin
1) Garam,
zat garam termasuk golongan pembangun untuk pembentukan sel-sel badan
2) Memberikan
zat pengatur”29
Yang
berfungsi untuk mengatur lancarnya pekerjaan alat-alat tubuh, dan melindungi
tubuh dari macam-macam penyakit, termasuk dalam golongan ini, ialah vitamin.
c. Vitamin
Vitamin
di dalam tubuh merupakan kebutuhan mutlak, vitamin sangat aktif di dalam
makanan kita sehari-hari, karena badan kita tidak dapat membentuknya. Beberapa fungsi vitamin, membantu :
1) Penggunaan
makanan oleh tubuh (terutama vitamin-vitamin B)
2) Pertumbuhan
(vitamin A)
3) Pembentukan
tulang (vitamin D)
4) Pembentukan
jaringan-jaringan tertentu dan daya tahan terhadap penyakit (vitamin)
5) Pembentukan
butir-butir darah merah (terutama vitamin B tertentu)
Ayat-ayat yang berkaitan dengan makanan halalan
thayyiban.
a. Surat
al-Baqarah ayat 61.
Artinya : Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan)
dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada
Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu:
sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya". Musa
berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang
lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu
minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu
mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak
dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan
melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah
61) [34]
Maksudnya
penjelasan Surat al-Baqarah
ayat 61 adalah makanan
hewani dan kandungn esnsial proteinnya seperti daging binatang, daging burung
yang mencakup daging siman (salwa) adalah lebih baik dari pada makanan
manusiayang mengandung protein nabati, ilihat dari arah kebutuhan kehidupan dan
manfaat bagi jasmani. Kenyataan ini juga termaktub di dalam firman Allah ta’ala
yang ditujukan kepada bani Israil, sebagai peringatan bagi mereka akan
nikmat-nikmat yang telah mereka dapatkan.[35]
b. Surat
Al-Baqarah Ayat 57.
Artinya :“Dan kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan
kepadamu "manna" dan "salwa", makanlah dari makanan yang
baik-baik yang Telah kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya
Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.S. al-Baqarah:
57).[36]
Dari
penjelasan ayat tersebut, meski mereka telah mendapatkan nikmat yang sangat
besar ini namun mereka tidak mau menggunakannya sesuai haknya, mereka tidak
mengetahui keutamaannyadan ketiggian harganya. Mereka justru berkata pada Sayyidina
Musa alayhissalam bahwa kami (tidak
bisa sabar dengan satu macam makanan saja yakni manna dan salwa). Sebab itu
mohonkanlah utuk kami kepada tuhanmu, agar dia mengeluarkan bagi kami apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu : sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang
adasnya dan bawang merahnya. Musa tercenangheran melihat keadaan itu. Dan dia
mengingkari omongan mereka seraya berkata pada mereka, kalian melebihkan
jenis-jenis makanan ini daripada apa yang lebih utama dan lebih baik dari
kesemuanya yakni manna dan salwa.
Eksperimen
praktis telah menegaskan dengan gamblang adanya pengaruh protein dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Sebagian besar makanan berprotein mengandung jumlah
asam amino yang cukup, karena makanan tesebut biasanya tersusun dari susu,
telur, daging. Ikan, makanan hijau, mencukupi kebutuhan orang dewasa dengan
mudah. Dimasa pertumbuhan penambahan susu dan keju akan memperbagus kualitas
makannya, termasuk juga unsur belerang yang dibutuhkan untuk membentuk protein
tubuh yang terdapat di dalam beberapa jenis asam amino, seperti lisin (lysine), sistein (cysteine), metionin (methionine).
Kesemuanya itu bukan parsial pada segala jenis protein, masing-masingnya tidak
mengandung seluruh unsur itu secara mutlak. Sebagian mengandung sedikit protein
sedangkan yang lain mengandung jumlah yang sangat banyak.[37]
c. Surat
Al-Nisa’ Ayat 4.
Ayat
ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk tentang makanan. Tetapi
menggunakan kata akala yang pada prinsipnya berarti “makanan’dapat dijadikan
petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang sedap serta berakibat baik.
Pada
akhirnya penulis dapat menyimpulkan pesan allah tentang makan dan makanan dlam
firmannya dalam surat al-An’am Ayat 142 setelah menyebut makanan nabati dan hewani : [39]
d. Surat
Al-An’am Ayat 142.
Artinya : Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk
pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah
diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S al-an’am : 142) [40]
Pada
umumnya
jenis makanan yang
Halalan Thayyiban menurut
agama
Islam, maka makanan tersebut baik
menurut pertimbangan ilmu persyaratan makanan yang
baik
(Thayyiban)
menurut ilmu gizi ialah yang dapat memenuhi
kebutuhan tubuh sehingga
semakin
banyak kebutuhan
tubuh
tersebut dipenuhi maka semakin baiklah sifatnya.
Makanan-makanan yang baik ialah makanan yang enak atau halal dan makanan halal yang diperoleh itu kebalikan dari makanan yang haram yang dilarang.
Adapun menurut
etimologi,
thayyiban itu artinya barang
yang suci. Barang yang suci ini biasanya dinisbatkan kepada barang yang halal.
Sedangkan
menurut
istilah
aslinya adalah
segala
yang
enak
dan dianggap baik.
Berdasarkan penjelasan di
atas
maka yang dimaksud dengan kreteria makanan yang halalan thayyiban adalah segala sesuatu yang diperbolehkan atau dihalalkan oleh agama dan
sesuatu yang telah dihalalkan agama maka secara otomatis baik (thayyiban) menurut ilmu pengetahuan dan tidak membahayakan tubuh, yang baik untuk jiwa tidak membahayakan badan dan akal
manusia, mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh manusia serta dimakan dalam takaran yang cukup dan
seimbang.
10 Ran Dolp Lee Clark, Russell W.
Cumley, The Book of Health, D. Van
Nostrand Company, INC, New Jersey, 1962. hal. 595.
[1] Peter Salim, Salim’s Ninth Collegiate English Indonesian,
Dictionary, Modern English Press, Jakarta, 2000, hal. 128
[2]Jamaluddin
Mahran Dan Abdul Azhim Hafna Mubasir, al-Quran
Bertutur Tentang Makanan dan Obat-Obatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2005,
hal. 20
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, Mizan, Cetakan IV,
Bandung, 1996, hal. 137
[5] M. Quraish Shihab,
Op.Cit, hal. 139
[8]
Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an
dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 13
[10]
Syahrah Obosdan Syahidin, Melahirkan Anak
Berkualitas, Cetakan Keenam, Romadhani, Solo, 1995, hal. 54
[14]
Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an
dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 419
[15] A.
Djaeni Soedia Oetama, Ilmu Gizi Menurut
Pandangan Islam, Dian rakyat, Jakarta, 1990, hal. 60
[16] A.
Nain, dkk., Buku Penuntun Ilmu Gizi Umum
II, cetakan ke 2 Direktorat Gizi Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI,
Jakarta, 1976, hal. 30
[17]
Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an
dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 334
[19] Al-Qur’an, Op. Cit, hal.
60-61
[20] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara
Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta :
Depag RI, 1997), hal. 412
[21] Al-Qur’an, Ibid, hal.42
[26] Lukman
Saksono, al-Quran dan Makanan Sebagai Obat, Pustaka Karya Grafikatama, Jakarta, 1990. hal. 130-133.
[27]
Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an
dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 300
[29] A. Djaeni Soediaoetomo, Op
Cit., hal. 23
[30] Ibid, hal. 5-6
[31] Tuty Latief, Resep Hidangan Sehatuntuk Keluarga,
Karya Anda, Surabaya, 1976, hal. 11-14.
[32] A. Djaeni Soediaoetomo, Op
Cit., hal. 23
28) Ibid, hal. 5-6
29)Tuty
Latief, Resep Hidangan Sehatuntuk
Keluarga, Karya Anda, Surabaya, 1976, hal. 11-14.
[33] Tarwotjo dan Herman., Buku Penuntun Ilmu Gizi Umum I,
Departemen Kesehatan RI, Kepala Direktorat Gizi, Jakarta, 1974, hal. 8
[34] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara
Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta :
Depag RI, 1997), hal.
17
[35]Jamaluddin
Mahran, Abdul Azhim Hafna Mubasir, al-Quran
Bertutur Tentang Makanan Dan Obat-Obatan, Mitra
Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal. 233
[36]
Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an
dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997),
hal. 190
Tidak ada komentar:
Posting Komentar