Senin, 10 Februari 2014

HALALAN THAYYIBAN SEBAGAI LANDASAN HIDUP



  HALALAN THAYYIBAN SEBAGAI LANDASAN HIDUP
A. Pengertian Makanan Halalan Thayyiban
Halalan   Thayyiban   dikenal   manusia   sehubungan   dengan   adanya peraturan  khusus  dan bersifat  umum  yang  mengatur  kesempurnaan  pribadi dan  hubungan   yang  baik  antara  sesama   manusia   dengan   tujuan   untuk mendidik manusia tentang cara-cara hidup yang baik dan bersih. Peraturan tersebut antara lain berhubungan dengan makanan, minuman dan  lain-lain.  Namun  dalam  kehidupan  sehari-hari banyak orang yang menganggap bahwa kata halalan thayyiban  sama dengan kata thayyiban,  padahal dua kata tersebut mempunyai  makna yang berbeda tetapi saling berkaitan.
1.      Makanan
       Dalam bahasa Indonesia, kita menyebut “makanan” sebagai segala yang dapat dan wajar dimakan, sementara “gizi” yang dalam bahasa Inggris ditulis “nutrient” didefinisikan “that all food Contains only a limited number of classes of material which are essential to a  good diet. These materials are water, carbohydrates, fats, proteins, vitamin, mineral and raughage or residue,” artinya:  “bahwa semua makanan yang mengandung zat-zat tertentu yang pada dasarnya  akan dapat membentuk makanan yang baik. Zat-zat tersebut adalah air, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan zat kasar dari makanan atau sisa”. Adapun yang dimaksud dari zat kasar dari makanan atau sisa disini adalah suatu jenis makanan seperti dedak dan kulit buah yang merangsang pergerakan makanan dan melancarkan pencernakan melalui usus besar.[1]
Menurut M. Quarish Shihab, Makanan adalah pemelihara kehidupan, semua makhluk hidup yang  diciptakan Allah di permukaan muka bumi, baik manusia, binatang maupun tumbuhan mutlak memerlukannya.[2] Dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Quran kata makanan dinyatakan dengan  “Tha’amsegala sesuatu yang dimakan atau dicicipi, karena itu “minuman” pun termasuk dalam pengertian “Tha’am“. Kata tha’am dalam berbagai bentuk terulang dalam al-Qur’an sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang beberapa aspek yang berkaitan dengan makanan. [3]
Menurut Zakiah Darajat, makan menurut pengertiannya bahasa merupakan memasukkan sesuatu melalui mulut, sedangkan makanan adalah segala sesuatu yang boleh di makan. Makanan sesuatu makanan biasanya untuk memenuhi keperluan jasmani sehingga dengan demikian dapat terjaga kelangsungan hidup.[4]
Jadi makanan merupakan segala sesuatu yang di masukkan mulut dan di rasakan oleh lidah masuk kedalam tubuh untuk memenuhi keperluan jasmani sehingga dengan demikian dapat terjaga kelangsungan hidup.
2.      Halal
Halal  berasal  dari  kata  halla  yang  artinya  melepaskan  ikatan atau membuka ikatan suatu barang. Oleh sebab itu, kata halal sama dengan mubahan. Yang artinya dibebaskan atau diperbolehkan. Kata halal  berasal  dari akar, kata yang  berarti  lepas  atau tidak terikat. Sesuatu  yang  halal  adalah  yang  terlepas  dari  ikatan  bahaya duniawi dan ukhrawi.  Karena itu kata halal juga berarti boleh.   Dalam bahasa  hukum,  kata  ini  mengacu  segala  sesuatu  yang  diperbolehkan agama,  baik  bersifat  sunnah,  makruh  maupun  mubah.  Oleh  karena  itu boleh  ada  sesuatu  yang  halal  (boleh)  tetapi  tidak  dianjurkan   untuk menggunakannya, atau dengan kata lain hukumnya makruh. Misalnya melarang  seseorang  mendekati  masjid  apabila  ia  baru  saja  memakan bawang.[5]
Halal adalah salah satu nama bahasa Arab di mana kata kerjanya ialah halla, yahillu, hillan yang membawa arti membebaskan, melepaskan, memecahkan, membubarkan dan membolehkan. Apabila ia digunakan di dalam bidang perundangan Islami ia membawa maksud;  pertamanya segala sesuatu yang menyebabkan seseorang itu tidak dihukum jika menggunakannya dan keduanya sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syarak.
Al-Jurjani dalam Kitab al-Ta’rifat  sebagaimana dikutip Sri Suryati menjelaskan bahawa pengertian halal dengan maksud pertama merujuk kepada keharusan menggunakan benda-benda atau apa-apa  yang diperlukan untuk memenuhi keperluan jasmani seperti makanan, minuman dan ubat-ubatan. Manakala pengertian halal dengan maksud yang kedua adalah bersangkut paut dengan keharusan memanfaatkan, memakan, meminum dan mengerjakan sesuatu yang kesemuanya ditentukan berdasarkan nas.
Halal didefinisikan sebagai sesuatu yang dibenarkan (tidak dilarang) penggunaan atau pemakaiannya. Menurut al-Qur’an, semua makanan yang baik dan bersih adalah halal.[6] Selain itu Kata “halal” berasal dari akar yang berarti lepas atau tidak terikat. Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrowi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang dibolehkan agama, baik kebolehan itu bersifat sunnah, anjuran untuk dilakukan, makruh (anjuran untuk ditinggalkan) maupun mubah (netral atau boleh-boleh saja), tetapi tidak dianjurkannya, atau dengan kata lain hukumnya makruh.[7]
Segala yang ada di alam semesta ini halal untuk digunakan sehingga makanan yang terdapat di dalalmnya juga halal. Karena itu al-Qur’an mengecam mereka yang mengharamkan rizki halal yang disediakan Allah SWT. untuk manusia. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT :
 
Artinya : Dia-Lah Allah SWT. yang menjadiakn segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu ia jadikan-Nya tujuh langit! dan Dia Maha Mengetahui Segala Sesuatu  ( QS.Al-Baqarah : 29) [8]
Pengecualian atau pengharaman harus bersumber dari nash, baik melalui al-Qur’an maupun hadits. Sedangkan pengecualian itu oleh kondisi manusia, yaitu karena ada makanan yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa raganya. Atas dasar ini turun firman Allah SWT :
Artinya:” Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah- langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah : 168).[9]
Jadi  pengertian  halalan  berarti diperbolehkan menurut  hukum Islam  sebagaimana  dijelaskan  dalam  berbagai  ayat,  yang  mengangkat status hukum setiap perbuatan manusia, baik terhadap Allah SWT. ataupun terhadap  manusia  itu  dengan  cara  yang  sah.  Demikian  halnya  dengan benda atau uang yang diperoleh dengan cara misalnya mencuri, menyuap, menipu  dan  menggelapkan  barang,  meskipun  benda  tersebut  layak  dan halal namun sifatnya adalah haram maka orang yang melakukannya harus bertanggung jawab di akhirat.
3.      Thayyib
       Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa kehalalan merupakan syarat pertama atau utama bagi makanan yang boleh dimakan yang telah ditetapkan hukum syara’, adapun syarat yang lain ialah bahwa makanan itu harus thayyib.
       Kata “thayyib” dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama”. Selain itu pengertian thayyib tersebut semakna dengan gizi yaitu sesuatu (zat) yang baik yang diperlukan oleh tubuh manusia. Dengan demikian ungkapan “Halal lagi baik” dapat diterjemahkan dengan “halal lagi bergizi”.[10]
Thayyib mempunyai makna yang lebih tepat dari ghidza. Thayyib berarti baik dan sesuai, sehingga tidak menimbulkan akibat negatif bagi yang memakannya.
Thayyib berasal dari bahasa Arab thaba yang artinya baik, lezat, menyenangkan, enak dan nikmat atau berarti pula bersih atau suci. Oleh sebab  itu,  kata  thayyib  mempunyai  bermacam  arti  yaitu  baik,  enak, lezat, nikma, bersih atau suci.[11]
Menurut M. Quraish Shihab, kata tayyib dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menenteramkan, dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata thayyib dalam konteks perintah makanan  menyatakan  bahwa thayyib  berarti makanan  yang tak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau dicampuri benda najis. Kata 'thayyib' menurut bahasa berarti lezat, baik, sehat, tenteram, dan paling utama. Ini berarti yang thayyib adalah “yang tidak kotor atau rusak dari segi zatnya, kadaluwarsa tidak juga bercampur dengan najis atau  yang mengundang selera yang hendak memakannya dan tidak membahayakan fisik,akal, dan jiwanya. Ada juga yang mengartikan  sebagai  makanan  yang mengandung  selera bagi yang akan memakannya atau tidak membahayakan fisik atau akalnya.25 Dan kita bias berkata kalau makanan itu thayyib dalam makanan jika makanan itu bersih, baik, lezat.
Jadi yang dimaksud makanan halalan thayyiban menurut penjelasan al-Quran di atas  merupakan segala yang baik dan wajar dimakan, yang baik untuk jiwa tidak membahayakan badan dan akal manusia, mengandung zat-zat  yang diperlukan oleh tubuh manusia serta dimakan dalam takaran yang cukup dan seimbang.

  1. Kriteria Makanan Halalan Thayyiban
Pada prinsipnya, menurut kenyataan fisik, manusia dapat saja memakan segala jenis makanan yang ada di bumi. Akan tetapi semua itu baik dan cocok untuk tubuh dan jiwa manusia. Oleh karena itu, diperlukan beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar makanan tersebut mempunyai nilai makanan yang halalan thayyiban. Kreteria Makanan Halalan Thayiban antara lain:
1.      Halal
Allah SWT. memerintahkan agar manusia memakan makanan yang sifatnya halal dan thayyib. Kata “halal” berasal dari akar kata yang berarti “lepas” atau “tidak terikat”.[12]  Sesuatu yang halal adalah yang terlepas dari ikatan bahaya duniawi dan ukhrawi. Karena itu kata “halal” juga berarti “boleh”. Dalam bahasa hukum, kata ini mencakup segala sesuatu yang diperbolehkan agama, baik bersifat sunah, makruh maupun mubah. Oleh karena itu boleh jadi ada sesuatu yang halal (boleh), tetapi tidak dianjurkannya, atau dengan kata lain hukumnya makruh.
Semua itu menunjukkan bahwa segala yang ada di alam semestaini diperuntukkan manusia untuk ditundukkan dan dikuasai, termasuk makanan. Hubungannya dengan halal akan terlepas atau tidak terikat, kongkritnya tidak ada bahaya akan makanan tersebut kecuali pada makanan yang diharamkan.
Pengecualian atau pengharaman harus bersumber dari Nas, baik melalui al-Quran maupun hadist. Sedang “pengecualian itu lahir dan disebabkan oleh kondisi manusia, karena ada makanan yang dapat memberi dampak negatif terhadap jiwa raganya.” [13]Atas dasar ini, turun firman Allah SWT, Surat An-Nahl ayat 116.
Artinya : Dan jangan lah kamu mengatakan terhadap apa yang di sebut-sebut oleh lidah mu secara dusta,“ini halal dan ini haram” untuk mengada adakan kebohongan terhadap Allah SWT. sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongann terhadap Allah SWT. tiadalah keberuntungan.(QS An-Nahl 116) [14]
            Pengertian halal berarti yang diperbolehkan menurut hukum Islam yang sudah dijelaskan dalam berbagai ayat yang menyangkut status hukum setiap perbuatan manuisa, baik terhadap Allah, ataupun terhadap manusia itu sendiri. Benda yang bias dimakan dan diminum halal apabila diperoleh dengan cara yang sah, dalam hal ini benda atau uang yang digunakan untuk memperoleh benda tersebut tidak diperoleh dengancara tidak jujur, misalnya mencuri, menyuap, menipu dan menggelapkan segala sesuatu yang diperoleh dengan cara tidak jujur, sekalipun benda tersebut layak dan halal, namun sifatnya adalah haram, dan orang yang melakukannya harus bertanggungjawab di akhirat.
            Dalam pembagian “makanan” yang halal menurut sumber bahannya dibedakan atas bahan makanan nabati, bahan makanan hewani dan bahan makanan olahan atau sintetik.[15] Berdasarkan  hal ini berikut diuraikan secara singkat tentang makanan halal dalam al-Quran yang terbagi dalam :
1)      Makanan Jenis Nabati
          Makanan jenis nabati yang dimaksudkan adalah makanan yang bahan dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan. Dari sudut pengetahuan gizi, “sayuran dan buah merupakan sumber pengatur yaitu sumber mineral.”[16]
          Begitu nilai gizi yang terdapat makanan nabati, sehingga al-Quran secara eksplisit tidak melarang makanan nabati tertentu, kalaupun ada tumbuh-tumbuhan tertentu yang kemudian terlarang. Maka hal tersebut termasuk dalam larangan umum memakan sesuatu yang buruk, atau merusak kesehatan.
2)      Makanan Jenis Hewani
             Binatang yang di halalkan Allah SWT. untuk di makan, banyak mengandung manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam hal ini minuman yang di hasilakn binatang tersebut terdapat dalam firman Allah SWT.  sebagai berikut:
Artinya :  Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut, sebagai makanan yang lezat bagi kamu dan orang-orang dalam perjalanan (QS. al- Maidah:96) [17]
Dalam surat tersebut buruan laut maksudnya adalah binatang yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat, dan sebagainya, baik dari laut, sungai, danau, kolam dan lain-lain.  Sedangkan kata makanan yang berasal dari laut adalah ikan dan semacamnya yang diperoleh dengan mudah karena telah mati sehingga menggapung.[18]
3)      Makanan Olahan atau Sintetik
Makanan olahan sering kali di sebut dengan makanan sintetik. Disamping  jenis makanan nabati dan hewani, bahan-bahan makanan yang disebut di dalam al-Quran juga menyangkut kedua jenis bahan makanan tersebut, sebenarnya ada jenis kelompok bahan makanan lain menurut sumbernya, ialah bahan makanan sintetik, hasil tangan dan otak manusia, yang disebutkan secara implisit dalam al-Quran. Bahan makanan sintetik adalah “bahan makanan hasil tangan manusia yang merupakan pelaksanaan dari hasil pemikiran (ilmu)”[19]
Artinya : Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan riski yang baik sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah SWT) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl:  67). [20]
            Ayat tersebut berbicara tentang makanan sintetik yang dibuat dari buah-buahan, sekaligus merupakan ayat pertama yang berbicara tentang minuman keras dan keburukannya. Ayat tersebut membedakan dua jenis makanan sintetik memabukkan dan jenis makanan sintetik yang baik sehingga merupakan rizki yang baik.
2.      Thayyib
Islam memerithakan bahwa kehalalan  merupakan syarat pertama dan utama makanan bergizi menurut al-Quran. Namun kita sadari tidak semua makanan yang halal akan cocok bagi manusia dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu di perlukansyarat kedua yakni thayyib, firman Allah sebagai berikut :  
Artinya :“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”(QS. al-Baqarah : 168) [21]
            Kata “thayyib” dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat, menentramkan dan paling utama”.[22] Pakar-pakar tafsir ketika menjelaskan kata thayyib dalam konteks perintah makan menyatakan bahwa “thayyib berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluwarsa), atau dicampuri benda najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai makanan yang mengandung selera bagi yang akan memakannya dan tidak membahayakan fisik dan akalnya”.[23]
     Penjelasan tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa thayyib pada makanan menyangkut hal-hal sebagai berikut :
a.       Menurut M. Quraish Shihab kata thayyib dalam makanan adalah “makanan yang sehat, proporsional dan aman”.[24]
1)      Makanan yang sehat adalah makanan yang memiliki gizi yang cukup dan seimbang, dalam hal ini menurut kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya.
2)      Proporsional, artinya sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih dan tidak berkurang. Dengan demikian al-Quran dalam uraiannya tentang makan menekankan perlunya “sikap proporsional” itu. Makna ini sejalan dengan ayat yang mendukung hal ini yaitu : 
Artinya :  “Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(Qs. Al-Araf : 31) [25
Maksud penjelasan di atas janganlah kamu berlebih-lebihan dapat di uraikan menurut pendekatan  ilmu kesehatan dalam makanan halalaln thayyiban dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut
a)      Tidak berlebih-lebihan dalam cara memperoleh.
            Cara yang bertentangan dengan aturan Allah dan bertentangan dengan aturan manusia (penggelapan), baik dalam bentuk korupsi, mencuri, merampok, menipu, manipulasi, dan sebagainya termasuk klasifikasi berlebih-lebihan. Hal yang berlebih-lebihan seperti ini merugikan pihak lain dan merusak sistem kehidupan bermasyarakat. Walaupun makanan itu bernilai tinggi (harga dan gizinya), karena diperoleh dengan cara yang berlebih-lebihan, maka akan kehilangan makna dan berkah sebagai makanan yang enak, bahkan menjadikan kehidupan tidak tenteram.
b)      Tidak berlebih-lebihan membuat resep makanan
            Setiap jenis makanan merupakan kombinasi yang seimbang dan serasi dan berbagai macam bahan dasar, bahan mentah, bahan setengah jadi, dan bumbu-bumbu dengan kadar dan ukuran tertentu yang sudah disusun berdasarkan penelitian dan percobaan dan ditulis dalam bentuk resep masakan untuk mewujudkan menu atau susunan makanan jadi tertentu.
c)      Tidak berlebih-lebihan dalam proses penanganan
            Maksud dari proses penanganan ialah pekerjaan memotong, mengaduk, mengolah, mengiris, mencacah, menggiling, mengayak, dan sebagainya. Bila berlebihan bisa menurunkan nilai gizi, mengurangi nilai gizi dan mengurangi tingkat keawetan.
d)     Tidak berlebih-lebihan dalam proses pemasakan.
            Terdapat beberapa jenis bahan makanan yang akan rusak nilai gizinya bila dipanaskan pada suhu tertentu atau dalam waktu yang lebih lama, atau dimasak berulang-ulang.
e)      Tidak berlebih-lebihan disajikan
            Termasuk berlebih-lebihan misalnya, jumlah keluarga 5 orang, lalu masak untuk konsumsi 10 orang, maka lebih baik apabila menyediakan masakan secukupnya untuk sejumlah keluarga.
f)       Tidak berlebih-lebihan dalam makanan.[26]
            Terlalu banyak makanan yang diterima bisa merugikan tubuh, antara lain :
a)     Organ pencernaan akan bekerja esktra keras dari biasanya.
b)     Walaupun zat makanan yang dikonsumsi tubuh banyak atau melebihi kapasitas perut, zat makanan yang digunakan seperlunya saja.
c)     Makanan yang berlebih-lebihan menyebabkan seseorang menjadi malas karena organ pencernaan dan terpusatnya syaraf terhadap proses pencernaan.
3)       Aman. Artinya terhindar dari siksa Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Tuntutan dperlunya makanan yang aman, antara lain dipahami dari firman Allah berikut :
çnqè=ä3sù $\«ÿÏZyd $\«ÿƒÍ£D ÇÍÈ  
Artinya : Makan lah ia dengan sedap lagi baik akibatnya. ( Qs. Al- Nisa :4) [27]
Ayat ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk tentang makanan, tetapi penggunaan kata akala yang pada prinsipnya berarti “makan” dapat dijadikan petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang sedap serta berakibat baik.[28]
Dengan itu, Agar perintah makan dengan perintah bertakwa yang tidak lain untuk menuntut manusia agar selalu memperhatikan ketakwaan, yaitu berusaha menghindar dari segala yang mengakibatkan siksa dan terganggunya rasa aman. Maksud perintah  makanan  diikuti dengan perintah  bertaqwa  supaya manusia selalu memperhatikan segi taqwa   yang intinya berusaha menghindar dari segala yang mengakitbatkan siksa dan terganggunya rasa aman
Jika demikian, maka perintah bertakwa pada sisi duniawinya dan dalam konteks makanan, menuntut agar setiap makanan yang akan dicerna tidak mengakibatkan penyakit atau dengan kata lain memberi keamanan bagi pemakainya  disamping harus memberi keamanan bagi kehidupan ukrawi nya.
b.      Dalam Ilmu gizi, pernyataan “makanan yang thayyib (baik) : makanan yang dapat memenuhi fungsi-fungsi makanan”.) [29] Adapun fungsi makanan, antara lain :
1)      Memenuhi kepuasan jiwa
Memberi rasa kenyang, memenuhi kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa, memenuhi kebutuhan sosial, budaya.
2)      Memenuhi fungsi fisiologik
Memberikan tenaga (energi), mendukung pembentukan sel-sel atau bagian sel untuk pertumbuhan badan (growth).
3)      Mendukung pembentukan sel-sel atau bagian-bagian sel untuk menggantikan yang rusak dan aus terpakai (maintenance).
4)      Mengatur metabolisme zat-zat gizi dan keseimbangan cairan serta asam basa (regulatory mechanism).
5)      Berfungsi dalam pertahanan tubuh (defence mechanism).[30]
Menurut fungsinya, “zat-zat makanan di bagi menjadi 3 golongan yaitu :
a)      Memberikan zat tenaga
Yang berfungsi untuk mengadakan pembakaran dalam tubuh, hingga timbul panas, yang diubah menjadi energi atau tenaga, yang termasuk golongan ini, ialah lemak, hidrat arang, sisa protein.
b)      Memberikan zat pembangun
Yang berfungsi untuk pembentukan jaringan baru selama pertumbuhan dan untuk mengganti jaringan-jaringan yang rusak, yang termasuk golongan ini adalah : protein, air dan garam.[31]
c)      Memberikan zat pengatur
Yang berfungsi untuk mengatur lancarnya pekerjaan alat-alat tubuh, dan melindungi tubuh dari macam-macam penyakit, termasuk dalam golongan ini, ialah vitamin. Vitamin di dalam tubuh merupakan kebutuhan mutlak, vitamin sangat aktif di dalam makanan, karena badan kita tidak dapat membentuknya.
Menurut Ilmu gizi, pernyataan “makanan yang thayyib (baik), makanan yang dapat memenuhi fungsi-fungsi makanan”.[32] Adapun fungsi makanan, antara lain :
1)      Memenuhi kepuasan jiwa
(a)    memberi rasa kenyang
(b)   memenuhi kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa
(c)    memenuhi kebutuhan sosial, budaya.
2)      Memenuhi fungsi fisiologik
(a)    Memberikan tenaga (energi)
(b)   Mendukung pembentukan sel-sel atau bagian sel untuk pertumbuhan badan (growth)
(c)    Mendukung pembentukan sel-sel atau bagian-bagian sel untuk menggantikan yang rusak dan aus terpakai (maintenance)
(d)   Mengatur metabolisme zat-zat gizi dan keseimbangan cairan serta asam basa (regulatory mechanism)
(e)    Berfungsi dalam pertahanan tubuh (defence mechanism)”28)
Menurut fungsinya, zat-zat makanan di bagi menjadi 3 golongan yaitu:
1.      Memberikan zat tenaga
Yang berfungsi untuk mengadakan pembakaran dalam tubuh, hingga timbul panas, yang diubah menjadi energi atau tenaga, yang termasuk golongan ini, ialah lemak, hidrat arang, sisa protein.
2.      Lemak, gunanya :
1)      sebagai bahan pembakar untuk memperoleh tenaga
2)      pelarut beberapa macam vitamin (Vitamin A, D, E, K)
3)      melindungi ujung-ujung tulang
3.      Hidrat arang, gunanya :
a.       memberi perasaan kenyang
b.      menghasilkan panas dan tenaga
c.       kelebihan hidrat arang dalam tubuh, ditimbun sebagai cadangan
4.      Protein, gunanya :
a.       untuk pembentukan jaringan baru selama pertumbuhan
b.      untuk pemeliharaan jaringan-jaringan
c.       sebagai sumber zat tenaga, apabila tidak ada persediaan hidrat arang dalam lemak.
5.      Memberikan zat pembangun
Yang berfungsi untuk pembentukan jaringan baru selama pertumbuhan dan untuk mengganti jaringan-jaringan yang rusak, yang termasuk golongan ini adalah : protein, air dan garam.
a.       Air, gunanya
b.      Untuk menolong proses pertukaran zat dalam tubuh
c.       Mengatur panas badan
d.      Melarutkan beberapa macam vitamin
1)      Garam, zat garam termasuk golongan pembangun untuk pembentukan sel-sel badan
2)      Memberikan zat pengatur”29
Yang berfungsi untuk mengatur lancarnya pekerjaan alat-alat tubuh, dan melindungi tubuh dari macam-macam penyakit, termasuk dalam golongan ini, ialah vitamin.
c.       Vitamin
Vitamin di dalam tubuh merupakan kebutuhan mutlak, vitamin sangat aktif di dalam makanan kita sehari-hari, karena badan kita tidak dapat membentuknya. Beberapa fungsi vitamin, membantu :
1)      Penggunaan makanan oleh tubuh (terutama vitamin-vitamin B)
2)      Pertumbuhan (vitamin A)
3)      Pembentukan tulang (vitamin D)
4)      Pembentukan jaringan-jaringan tertentu dan daya tahan terhadap penyakit (vitamin)
5)      Pembentukan butir-butir darah merah (terutama vitamin B tertentu)
6)      Pembekuan darah (vitamin K)[33]
Ayat-ayat yang berkaitan dengan makanan halalan thayyiban.
a.       Surat al-Baqarah ayat 61. 
Artinya : Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.(Q.S. al-Baqarah 61) [34]
               Maksudnya penjelasan Surat al-Baqarah ayat 61 adalah makanan hewani dan kandungn esnsial proteinnya seperti daging binatang, daging burung yang mencakup daging siman (salwa) adalah lebih baik dari pada makanan manusiayang mengandung protein nabati, ilihat dari arah kebutuhan kehidupan dan manfaat bagi jasmani. Kenyataan ini juga termaktub di dalam firman Allah ta’ala yang ditujukan kepada bani Israil, sebagai peringatan bagi mereka akan nikmat-nikmat yang telah mereka dapatkan.[35]
b.      Surat Al-Baqarah Ayat  57.
Artinya :“Dan kami naungi kamu dengan awan, dan kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa", makanlah dari makanan yang baik-baik yang Telah kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.S. al-Baqarah: 57).[36]
Dari penjelasan ayat tersebut, meski mereka telah mendapatkan nikmat yang sangat besar ini namun mereka tidak mau menggunakannya sesuai haknya, mereka tidak mengetahui keutamaannyadan ketiggian harganya. Mereka justru berkata pada Sayyidina Musa alayhissalam bahwa kami (tidak bisa sabar dengan satu macam makanan saja yakni manna dan salwa). Sebab itu mohonkanlah utuk kami kepada tuhanmu, agar dia mengeluarkan bagi kami apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu : sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya dan bawang merahnya. Musa tercenangheran melihat keadaan itu. Dan dia mengingkari omongan mereka seraya berkata pada mereka, kalian melebihkan jenis-jenis makanan ini daripada apa yang lebih utama dan lebih baik dari kesemuanya yakni manna dan salwa.
Eksperimen praktis telah menegaskan dengan gamblang adanya pengaruh protein dalam pertumbuhan dan perkembangan. Sebagian besar makanan berprotein mengandung jumlah asam amino yang cukup, karena makanan tesebut biasanya tersusun dari susu, telur, daging. Ikan, makanan hijau, mencukupi kebutuhan orang dewasa dengan mudah. Dimasa pertumbuhan penambahan susu dan keju akan memperbagus kualitas makannya, termasuk juga unsur belerang yang dibutuhkan untuk membentuk protein tubuh yang terdapat di dalam beberapa jenis asam amino, seperti lisin (lysine), sistein (cysteine), metionin (methionine). Kesemuanya itu bukan parsial pada segala jenis protein, masing-masingnya tidak mengandung seluruh unsur itu secara mutlak. Sebagian mengandung sedikit protein sedangkan yang lain mengandung jumlah yang sangat banyak.[37]
c.       Surat Al-Nisa’ Ayat 4. 
Artinya  : makan lah ia dengan sedap lagi baik akibatnya. ( Q.S. al- Nisa : 4) [38]
         Ayat ini walaupun tidak turun dalam konteks petunjuk tentang makanan. Tetapi menggunakan kata akala yang pada prinsipnya berarti “makanan’dapat dijadikan petunjuk bahwa memakan sesuatu hendaknya yang sedap serta berakibat baik.
Pada akhirnya penulis dapat menyimpulkan pesan allah tentang makan dan makanan dlam firmannya dalam surat al-An’am Ayat 142 setelah menyebut makanan nabati dan hewani : [39]
d.      Surat Al-An’am Ayat 142.
Artinya : Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rizki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S al-an’am : 142) [40]
Pada  umumnya  jenis  makanan  yang  Halalan Thayyiban  menurut  agama  Islam, maka   makanan   tersebut   baik  menurut   pertimbangan   ilmu  persyaratan makanan   yang  baik  (Thayyiban)   menurut   ilmu  gizi  ialah  yang  dapat memenuhi  kebutuhan  tubuh  sehingga  semakin  banyak  kebutuhan  tubuh tersebut dipenuhi maka semakin baiklah sifatnya.
Makanan-makanan yang baik ialah makanan yang enak atau halal dan makanan halal yang diperoleh itu kebalikan dari makanan yang haram yang  dilarang.  Adapun  menurut  etimologi,  thayyiban  itu  artinya  barang yang suci. Barang yang suci ini biasanya dinisbatkan kepada barang yang halal.  Sedangkan  menurut  istilah  aslinya  adalah  segala  yang  enak  dan dianggap baik.
Berdasarkan penjelasan di atas maka yang dimaksud dengan kreteria makanan yang halalan thayyiban adalah  segala  sesuatu  yang  diperbolehkan  atau  dihalalkan  oleh agama dan sesuatu yang telah dihalalkan agama maka secara otomatis baik (thayyiban) menurut ilmu pengetahuan dan tidak membahayakan tubuh, yang baik untuk jiwa tidak membahayakan badan dan akal manusia, mengandung zat-zat  yang diperlukan oleh tubuh manusia serta dimakan dalam takaran yang cukup dan seimbang.


10 Ran Dolp Lee Clark, Russell W. Cumley, The Book of Health, D. Van Nostrand Company, INC, New Jersey, 1962. hal. 595.
[1] Peter Salim, Salim’s Ninth Collegiate English Indonesian, Dictionary, Modern English Press, Jakarta, 2000, hal. 128
[2]Jamaluddin Mahran Dan Abdul Azhim Hafna Mubasir, al-Quran Bertutur Tentang Makanan dan Obat-Obatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal. 20
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, Mizan, Cetakan IV, Bandung, 1996, hal. 137
[4]Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh,  PT. Dana Bakthi Wakaf, Yogyakarta, 1995, hal. 452 
[5] M. Quraish Shihab, Op.Cit, hal. 139
[6] Sri Suryati, Op.Cit, hal.  49
[7] M. QuraishShihab,  Op.cit, hal, 148
[8] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 13
[9] Ibid, hal. 40
[10] Syahrah Obosdan Syahidin, Melahirkan Anak Berkualitas, Cetakan Keenam, Romadhani, Solo, 1995, hal. 54
[11] Sri Sunarti, Op, Cit, hal. 50
25  M. Quraish Shihab, Op, Cit, hal 148
[12] M. Quraish Shihab, Op,Cit. hal.158
                [13] M. Quraish Shihab, Op.Cit.,hal. 159
[14] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 419
[15] A. Djaeni Soedia Oetama, Ilmu Gizi Menurut Pandangan Islam, Dian rakyat, Jakarta, 1990, hal. 60
[16] A. Nain, dkk., Buku Penuntun Ilmu Gizi Umum II, cetakan ke 2 Direktorat Gizi Jenderal  Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen  Kesehatan RI,  Jakarta, 1976,  hal. 30
[17] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997), hal. 334
[18] M. Quraish Shihab, Op.Cit, hal. 141
[19] Al-Qur’an, Op. Cit, hal. 60-61
[20] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997),  hal. 412
[21] Al-Qur’an,  Ibid, hal.42
[22] M. Quraish Shihab, Op.Cit, hal. 148
[23] Ibid,  hal.150
[24] Ibid, hal. 152
[25] Al-Qur’an,  Op.Cit, hal. 225
[26] Lukman Saksono,  al-Quran dan Makanan Sebagai Obat,  Pustaka Karya Grafikatama, Jakarta, 1990. hal. 130-133.
[27] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997),  hal. 300
[28] M. Quraish Shihab, Op. Cit, hal. 151
[29] A. Djaeni Soediaoetomo, Op Cit., hal. 23
[30] Ibid, hal. 5-6
[31] Tuty Latief, Resep Hidangan Sehatuntuk Keluarga, Karya Anda, Surabaya, 1976, hal. 11-14.
[32] A. Djaeni Soediaoetomo, Op Cit., hal. 23
28) Ibid, hal. 5-6
29)Tuty Latief, Resep Hidangan Sehatuntuk Keluarga, Karya Anda, Surabaya, 1976, hal. 11-14.
[33] Tarwotjo dan Herman., Buku Penuntun Ilmu Gizi Umum I, Departemen Kesehatan RI, Kepala Direktorat Gizi, Jakarta, 1974, hal. 8
[34] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997),  hal. 17
[35]Jamaluddin Mahran, Abdul Azhim Hafna Mubasir,  al-Quran Bertutur Tentang Makanan Dan Obat-Obatan, Mitra Pustaka, Yogyakarta,  2005,  hal. 233
[36] Al-Qur’an, Yayasan Penyeleggara Penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta : Depag RI, 1997),  hal. 190
[37]Jamaluddin Mahran, Op. Cit, hal.  235
[38] Al-Qur’an, Op.Cit, hal 123
[39] M. Quraish Shihab,  Op,Cit, hal. 151
[40] Al-Qur’an, Op.Cit, hal. 212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar